TAFSIRAN HATI
Oleh : Diana Azzanti
Apa
yang Anda pikirkan ketika mendengar kata ‘cinta’? ya, cinta katanya. Aku pun
bingung menafsirkan organisme yang satu ini. Tapi aku pernah mendapatkan kata ini
dari beberapa pria yang bisa di bilang ROMANTIS, tapi bukan ROkok MAkaN graTIS
ya,,,???
Aku
nggak tau pasti kapan kisah ini di mulai, yang jelas dia bilang, dia memulai
kisahnya waktu masih berada di bangku MTs, yaaa setingkat SMP laa. Waktu itu
kita duduk di kelas delapan MTs, tapi kita beda kelas, aku di kelas B dan aku
nggak tau dia di kelas mana. Aku bukan tipe cewe ‘kepo’ yang ingin tau tentang urusan
orang lain. Bahkan sampe menginjak kelas Sembilan pun aku nggak tau kalau dia
sering memperhatikanku.
Siang
itu aku dapat sms dari nomer baru, ternyata itu dia. Kiki namanya, begitu dia
menyebut namanya, sejenak aku termenung, jujur aku nggak begitu kenal dengan
teman-teman cowokku, kecuali yang aktif di OSIS atau pramuka. Tapi untuk
nyenengin hatinya, aku bilang aja “oowww yang itu tho” padahal aku belum tau
yang mana.
Inilah Aku, tak peduli
gerangan yang bersua di depan mata, hanya saja aku tak biasa kalau harus
mengabaikan orang yang memang sudah menjadi bagian dari hari-hariku. Sahabatku
‘Iroh’, aku menyayanginya seperti kembaranku sendiri. Awalnya kita tak saling
kenal, rasa iba waktu dia tak mendapat tempat duduk di awal masuk kelas tujuh
menjadi pondasi perintis persahabatan kita.
Bagaikan rajutan bambu
yang dirangkai dengan ketelitian, kecermatan, kreativitas dan kesabaran yang
luar biasa mebuat persahabatan kita bertahan sampai saat ini. Walaupun banyak
aral yang menampakkan kegarangannya, namun kita mampu bertatap muka dengan
keasrian wajah. Dia mengetahui segalanya tentang aku dan keluargaku, termasuk
juga isi hatiku.
Tak semestinya aku
senang dengan rayuan dan gombalan yang lontarkan kepadaku, katanya aku indah,
berbeda dengan yang lain. Mataku seperti bola bekel yang berbinar seperti
kelereng, hidungku mancung seperti alpukat, sesnyumku manis semanis gulali.
Memang rayuannya berbeda dengan yang lain, kedengarannya ane, dan menggelitik telinga.
Mulai hari itu
makananku adalah senyuman rasa malu mix dengan bunga-bunga. Setiap hari dia
memanggilku dengan sebutan yang berbeda,, pemilik senyum monalisa lah, bidadari
pagi lah, mentari, obor, lilin. Ini nih, satu cerita ketika aku di panggil
cahaya lilin sama Kiki, aku masih gak faham maksudnya, “kok cahaya lilin si,
kan kecil?”kataku heran. “Jangan dilihat kecilnya, tapi lihat pengorbanannya,
lilin rela habis untuk menerangi kegelapan,
seperti engkau yang rela meluangkan waktu untuk menerangi hari-hariku” katanya
ngeles. Tapi memang ada-ada saja kata-kata yang muncul dari keypad hp-nya.
Memang dia tak lebih
tampan dari semua laki-laki yang pernah mendekatiku, tapi kekonyolannya yang
membuat dia berbeda dan istimewa dari yang lain. Mendengar ocehan dan celotehnya membuat perutku keriting.
Banyak hal yang tak dapat ku lupa darinya, keanehannya, kekanak-kanakannya,
semua itu membuat hari-hariku hampir tak pernah terpasang wajah suram.
Namun sayang sungguh
sayang, aku tak pernah bias mencintainya. Aku lebih menyukai pria yang lebih
dewasa dariku, bukan hanya umur, namun juga cara berfikirnya. Itu prinsip yang
juga dimiliki oleh Iroh. Di kelas Sembilan ini aku tengah dekat dengan pria
bernama Rama, dia duduk dikelas sebelas MA. Namun kedekatan itu tak berlangsung
lama, kita saling menjauh satu sama lain. Tak berapa lama ada pria yang ku rasa
dia mampu mengisi kekosongan ini, Anwar, banyak teman-teman wanita yang ingin
mendekatinya, tapi tak satu pun yang berhasil memikat hatinya. Aku pun heran
dan tak menyangka kenapa dia menyukaiku.
Ketika itu sepulang
sekolah dia mengajakku pulang bareng. Sebelum pulang dia memberiku selembar
amplop. Seketika tanda tanya pun bergelantungan di kepalaku. “Apa ini?”
tanyaku. “Buka saja, nanti juga tau apa isinya!” Jawabnya, sembari melontarkan
senyum di pelupuk mataku. Ku robek ujung amplopnya dan ku buka perlahan isinya.
Drreeeeeggggg….. Jantungku berdegub lebih kencang dari reruntuhan gunung batu,
kertas ini terasa mau jatuh karena tanganku yang gemetar ketika membaca isi
kertas itu. Dalam kertas itu tertulis:
Dear
Erlinna,
Aku
nggak tau gimana caranya ngomong ke kamu, yang jelas Aku sangat mencintaimu.
Maukah kamu menjadi dambaan hatiku?
NB:
Maaf tulisannya jelek, pulpennya macett… ^_^
Tak banyak yang
ditulis, tapi penuh makna dan tantangan, dalam kertas itu di bawah tertulis
tanda tangan anwar, di sebelahnya ada tanda tangan ketua OSIS SMK plus stempel
resmi, kemudian di halaman yang lain terlis tanda tangan semua teman
sekelasnya. Terlihat sangat sederhana, namun menakjubkan bagiku. Bayangkan
saja, berapa nyali yang dia kumpulkan untuk meminta tanda tangan dan stempel
itu. Seketika itu aku terkaget karena suaranya yang memecah keheningan. “Kalau
jawabnya iya, ambil permen ini!” katanya dengan menyodorkan dua permen Kiss
yang bertuliskan I Love You dan I Miss You. Aku bingung apa yang harus aku
lakukan, seketika aku bilang “maaf, aku nggak bisa” Seraya melangkahkan kaki
bergegas meninggalkannya. Raut wajah yang semula berbinar dengan sekejap
berubah suram laksana mendung pada waktu hujan badai, kala itu senyum diwajahnya terhapus dan
tergantikan dengan mimik kekecewaan. Disaat itu aku membalikkan badanku
kembali, dengan berkata “Aku nggak bias nolak” serentak dengan mengambil permen
di tangannya. Air keruh yang di matanya menjelma menjadi air jernih yang
berbinar senang.
Hari demi hari, minggu
ke minggu, hari-hariku terisi oleh semua tentang dia, namun berganti bulan kita
semakin jauh. Tak tau sebab apa yang membuat keadaan ini menjadi mencekam.
Kecemburuannya yang berlebihan membuatku tak merasa nyaman. Aku menyukainya, mungkin
karena obsesiku yang ingin mempunyai pacar yang lebih dewasa juga tampan. Namun,
semuanya tak seindah yang ku bayangkan. Keromantisan, ketampanan itu hanya
keindahan fisik semata, tanpa memikirkan kenyaman hati, aku terbuai oleh semua
itu.
Sebagai sahabat yang
menyayangiku, Iroh tak henti memberiku semangat dan senantiasa berkata “Erlinna
yang ku kenal tak pernah bias memasang gambar suram di wajahnya”.
Keterpurukanku tak ada gunanya karena aku memiliki harta paling berharga yakni
sahabatku yang tak pernah meninggalkan aku.
Ketika itu aku
termenung sendiri dalam kelas, setelah aku menoleh kearah pintu, ternyata di
situ ada orang yang memperhatikanku, ikut merasakan kesedihan. Kiki, dia selalu
muncul tiba-tiba dan dari arah yang tak terduga, dia pun selalu ada kala aku kehilangan
cara untuk tersenyum, namun aku selalu melupakannya ketika aku di rundung
kebahagiaan. Hal itu tak membuatnya membenciku, masih saja dia menyayangiku dan
selalu mampu menjadi sandaranku ketika aku nyaris terjatuh. Berkali-kali aku
mengecewakannya dengan tak pernah menganggap ada, tapi dia selalu mengerti
keadaanku. Tanpa ku sadari, bagiku dia satu-satunya orang yang mampu membaca
fikiranku, mengerti setiap isyaratku, mampu membaca mataku. Di dekatnya aku
selalu merasa nyaman. Tak bisa aku menekuk wajah kala berhadapan dengan si
konyol ini.
Empat tahun sudah Kiki
mengejarku, namun aku terus berlari. Bukan karena aku suka di kejar bukan pula
karena teori bahwa cinta itu terasa romantis ketika masih dalam masa pra
penaklukan, namun karena aku masih belum mampu membaca getar cinta di hatiku.
Entah ada atau tidak aku pun tak pernah tau. Dia tak pernah secara langsung
mengatakan bahwa dia mencintaiku, komunikasi kita banyak menggunakan majas, dan
isyarat. Pernah dia menuliskan namaku dan namanya di selembar daun dengan
bahasa penuh harap supaya kita bisa selalu bersama, tak seperti daun yang
kering dan sirna dikemudian hari, dan daun itupun masih tersimpan rapi olehnya,
kadang kala dia menunjukkannya padaku untuk mengingatkan kenangan yang pernah
kita telusuri. Baginya aku hidung alpukat yang akan selalu di kejar hingga
kapanpun. Meski aku menjauh dan lenyap di hadapannya, aku masih tetap menjadi
cinta yang tertinggal baginya. Sedangkan bagiku, dia adalah cinta yang tak
mampu terbaca oleh mata, namun hati selalu berkata “Aku membutuhkannya untuk
cinta”.
keren
BalasHapusMakasi
Hapus