Senin, 03 Juni 2013

CERPEN



TAFSIRAN HATI 
Oleh : Diana Azzanti       
          Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata ‘cinta’? ya, cinta katanya. Aku pun bingung menafsirkan organisme yang satu ini. Tapi aku pernah mendapatkan kata ini dari beberapa pria yang bisa di bilang ROMANTIS, tapi bukan ROkok MAkaN graTIS ya,,,???
            Aku nggak tau pasti kapan kisah ini di mulai, yang jelas dia bilang, dia memulai kisahnya waktu masih berada di bangku MTs, yaaa setingkat SMP laa. Waktu itu kita duduk di kelas delapan MTs, tapi kita beda kelas, aku di kelas B dan aku nggak tau dia di kelas mana. Aku bukan tipe cewe ‘kepo’ yang ingin tau tentang urusan orang lain. Bahkan sampe menginjak kelas Sembilan pun aku nggak tau kalau dia sering memperhatikanku.
            Siang itu aku dapat sms dari nomer baru, ternyata itu dia. Kiki namanya, begitu dia menyebut namanya, sejenak aku termenung, jujur aku nggak begitu kenal dengan teman-teman cowokku, kecuali yang aktif di OSIS atau pramuka. Tapi untuk nyenengin hatinya, aku bilang aja “oowww yang itu tho” padahal aku belum tau yang mana.
Inilah Aku, tak peduli gerangan yang bersua di depan mata, hanya saja aku tak biasa kalau harus mengabaikan orang yang memang sudah menjadi bagian dari hari-hariku. Sahabatku ‘Iroh’, aku menyayanginya seperti kembaranku sendiri. Awalnya kita tak saling kenal, rasa iba waktu dia tak mendapat tempat duduk di awal masuk kelas tujuh menjadi pondasi perintis persahabatan kita.
Bagaikan rajutan bambu yang dirangkai dengan ketelitian, kecermatan, kreativitas dan kesabaran yang luar biasa mebuat persahabatan kita bertahan sampai saat ini. Walaupun banyak aral yang menampakkan kegarangannya, namun kita mampu bertatap muka dengan keasrian wajah. Dia mengetahui segalanya tentang aku dan keluargaku, termasuk juga isi hatiku.
Tak semestinya aku senang dengan rayuan dan gombalan yang lontarkan kepadaku, katanya aku indah, berbeda dengan yang lain. Mataku seperti bola bekel yang berbinar seperti kelereng, hidungku mancung seperti alpukat, sesnyumku manis semanis gulali. Memang rayuannya berbeda dengan yang lain, kedengarannya ane, dan menggelitik telinga.
Mulai hari itu makananku adalah senyuman rasa malu mix dengan bunga-bunga. Setiap hari dia memanggilku dengan sebutan yang berbeda,, pemilik senyum monalisa lah, bidadari pagi lah, mentari, obor, lilin. Ini nih, satu cerita ketika aku di panggil cahaya lilin sama Kiki, aku masih gak faham maksudnya, “kok cahaya lilin si, kan kecil?”kataku heran. “Jangan dilihat kecilnya, tapi lihat pengorbanannya, lilin rela habis untuk menerangi  kegelapan, seperti engkau yang rela meluangkan waktu untuk menerangi hari-hariku” katanya ngeles. Tapi memang ada-ada saja kata-kata yang muncul dari keypad hp-nya.
Memang dia tak lebih tampan dari semua laki-laki yang pernah mendekatiku, tapi kekonyolannya yang membuat dia berbeda dan istimewa dari yang lain. Mendengar ocehan  dan celotehnya membuat perutku keriting. Banyak hal yang tak dapat ku lupa darinya, keanehannya, kekanak-kanakannya, semua itu membuat hari-hariku hampir tak pernah terpasang wajah suram.
Namun sayang sungguh sayang, aku tak pernah bias mencintainya. Aku lebih menyukai pria yang lebih dewasa dariku, bukan hanya umur, namun juga cara berfikirnya. Itu prinsip yang juga dimiliki oleh Iroh. Di kelas Sembilan ini aku tengah dekat dengan pria bernama Rama, dia duduk dikelas sebelas MA. Namun kedekatan itu tak berlangsung lama, kita saling menjauh satu sama lain. Tak berapa lama ada pria yang ku rasa dia mampu mengisi kekosongan ini, Anwar, banyak teman-teman wanita yang ingin mendekatinya, tapi tak satu pun yang berhasil memikat hatinya. Aku pun heran dan tak menyangka kenapa dia menyukaiku.
Ketika itu sepulang sekolah dia mengajakku pulang bareng. Sebelum pulang dia memberiku selembar amplop. Seketika tanda tanya pun bergelantungan di kepalaku. “Apa ini?” tanyaku. “Buka saja, nanti juga tau apa isinya!” Jawabnya, sembari melontarkan senyum di pelupuk mataku. Ku robek ujung amplopnya dan ku buka perlahan isinya. Drreeeeeggggg….. Jantungku berdegub lebih kencang dari reruntuhan gunung batu, kertas ini terasa mau jatuh karena tanganku yang gemetar ketika membaca isi kertas itu. Dalam kertas itu tertulis:
Dear Erlinna,
Aku nggak tau gimana caranya ngomong ke kamu, yang jelas Aku sangat mencintaimu. Maukah kamu menjadi dambaan hatiku?
NB: Maaf tulisannya jelek, pulpennya macett… ^_^
Tak banyak yang ditulis, tapi penuh makna dan tantangan, dalam kertas itu di bawah tertulis tanda tangan anwar, di sebelahnya ada tanda tangan ketua OSIS SMK plus stempel resmi, kemudian di halaman yang lain terlis tanda tangan semua teman sekelasnya. Terlihat sangat sederhana, namun menakjubkan bagiku. Bayangkan saja, berapa nyali yang dia kumpulkan untuk meminta tanda tangan dan stempel itu. Seketika itu aku terkaget karena suaranya yang memecah keheningan. “Kalau jawabnya iya, ambil permen ini!” katanya dengan menyodorkan dua permen Kiss yang bertuliskan I Love You dan I Miss You. Aku bingung apa yang harus aku lakukan, seketika aku bilang “maaf, aku nggak bisa” Seraya melangkahkan kaki bergegas meninggalkannya. Raut wajah yang semula berbinar dengan sekejap berubah suram laksana mendung pada waktu hujan badai,  kala itu senyum diwajahnya terhapus dan tergantikan dengan mimik kekecewaan. Disaat itu aku membalikkan badanku kembali, dengan berkata “Aku nggak bias nolak” serentak dengan mengambil permen di tangannya. Air keruh yang di matanya menjelma menjadi air jernih yang berbinar senang.
Hari demi hari, minggu ke minggu, hari-hariku terisi oleh semua tentang dia, namun berganti bulan kita semakin jauh. Tak tau sebab apa yang membuat keadaan ini menjadi mencekam. Kecemburuannya yang berlebihan membuatku tak merasa nyaman. Aku menyukainya, mungkin karena obsesiku yang ingin mempunyai pacar yang lebih dewasa juga tampan. Namun, semuanya tak seindah yang ku bayangkan. Keromantisan, ketampanan itu hanya keindahan fisik semata, tanpa memikirkan kenyaman hati, aku terbuai oleh semua itu.
Sebagai sahabat yang menyayangiku, Iroh tak henti memberiku semangat dan senantiasa berkata “Erlinna yang ku kenal tak pernah bias memasang gambar suram di wajahnya”. Keterpurukanku tak ada gunanya karena aku memiliki harta paling berharga yakni sahabatku yang tak pernah meninggalkan aku.
Ketika itu aku termenung sendiri dalam kelas, setelah aku menoleh kearah pintu, ternyata di situ ada orang yang memperhatikanku, ikut merasakan kesedihan. Kiki, dia selalu muncul tiba-tiba dan dari arah yang tak terduga, dia pun selalu ada kala aku kehilangan cara untuk tersenyum, namun aku selalu melupakannya ketika aku di rundung kebahagiaan. Hal itu tak membuatnya membenciku, masih saja dia menyayangiku dan selalu mampu menjadi sandaranku ketika aku nyaris terjatuh. Berkali-kali aku mengecewakannya dengan tak pernah menganggap ada, tapi dia selalu mengerti keadaanku. Tanpa ku sadari, bagiku dia satu-satunya orang yang mampu membaca fikiranku, mengerti setiap isyaratku, mampu membaca mataku. Di dekatnya aku selalu merasa nyaman. Tak bisa aku menekuk wajah kala berhadapan dengan si konyol ini.
Empat tahun sudah Kiki mengejarku, namun aku terus berlari. Bukan karena aku suka di kejar bukan pula karena teori bahwa cinta itu terasa romantis ketika masih dalam masa pra penaklukan, namun karena aku masih belum mampu membaca getar cinta di hatiku. Entah ada atau tidak aku pun tak pernah tau. Dia tak pernah secara langsung mengatakan bahwa dia mencintaiku, komunikasi kita banyak menggunakan majas, dan isyarat. Pernah dia menuliskan namaku dan namanya di selembar daun dengan bahasa penuh harap supaya kita bisa selalu bersama, tak seperti daun yang kering dan sirna dikemudian hari, dan daun itupun masih tersimpan rapi olehnya, kadang kala dia menunjukkannya padaku untuk mengingatkan kenangan yang pernah kita telusuri. Baginya aku hidung alpukat yang akan selalu di kejar hingga kapanpun. Meski aku menjauh dan lenyap di hadapannya, aku masih tetap menjadi cinta yang tertinggal baginya. Sedangkan bagiku, dia adalah cinta yang tak mampu terbaca oleh mata, namun hati selalu berkata “Aku membutuhkannya untuk cinta”.

2 komentar: